- Dapatkan link
- Aplikasi Lainnya
Oleh:
Edy Saputro Cahyo
R
|
oda berputar
dengan laju yang cukup cepat. Mengikuti langkah kaki yang tiada hentinya
mengayuh sepedah. Keringat seolah tiada hentinya menguak di pori-pori. Bagai
keluhan air mata tangis yang tiada henti. Kuat pondasi sejak dini merangkak
tiada lelah. Rumput-rumput pagi membuka embun pada setiap tangkainya. Wajah ini
akan selalu terbawa kemana pun pergi. Hinggap dari satu tempat ke tempat lain.
Membaur dengan langganan dan orang baru. Compang camping penutup aurat berbau
kecut karena keringat. Nan abadi pengabdian yang sempurna. Sebelum lampu alam
muncul, peluk keluh merapat dengan sang kuasa. Meminta dengan iringan do’a
senada.
Hidup miskin dan kekurangan serba
salah membuat Ridwan tidak putus asa dalam menjalani kehidupan. Berbaur dengan
tetangga selalu baik dan sangat mudah dalam bergaul dengan teman-teman.
Kehidupan di desa yang sangat jauh dari pusat kota, segi teknologi dan
pendidikan membuat dirinya tidak putus asa. Keinginan sekolah yang tinggi
diidamkannya hanya dalam impian yang tak nyata. Lulus SD dianggap mimpi, bagi
anak seorang loper koran dan pengantar katering. Sekolah hanya modal do’a dan
usaha. Keuangan bergantung pada yang kuasa. Anggan-anggan sekolah bukan di
penak Ridwan, namun di penak Simbok Darni.
Hanya dengan membantu membersihkan latar
depan rumah dan belakang rumah. Menanak nasi, membuat sayuran, dan mencuci baju
kotor Simbok Darni. Sungguh tidak ada rasa malu dan jijik. Perempuan apa
laki-laki. Pikiran Ridwan mengada-ada saja, menganggap dirinya sebagai
perempuan. Yang seharusnya pekerjaan dilakukan perempuan dilakukannya.
Mula-mula tidak mau, kedati tak mau melihat Simbok Darni marah-marah ketika
pulang kerja, sehingga makanan dan pekerjaan rumah sudah selesai dikerjakan.
Agar hati Simbok Darni senang melihat pekerjaan rumahnya. Sebab tiada pekerjaan
yang lain yang bisa Ridwan lakukan, kalau bukan meminta apa yang perlu di bantu
kepada Simbok Darni. Sehingga pekerjaan rumah itulah yang dilakukan, karena
biasanya Ridwan belajar dan tidak bisa mengerjakan apa-apa bila tidak diajari Simbok
Darni. Simbok Darni yang habis pulang kerja mengurusi pekerjaan rumah. Hanya
makanan yang membeli, dan sempat berteriaknya perut Ridwan yang menunggu
makanan dari Simbok Darni yang datang.
Pagi berangkat, siang pulang, sore
berangkat,malam datang. Perjalanan Simbok Darni dalam menyampingkan pekerjaan
sebagai tukang loper koran dan pengantar catering. Tidak ada pekerjaan lain
yang bisa dilakukan, tidak punya warisan, sawah, binatang ternak bahkan suami.
Hanya pekerjaan yang sudah ada didepan mata yang bisa ia lakukan. Itu juga
karena tetangga dekatnya yang kasihan akan keadaan Simbok Darni. Hidup
terlunta-lunta dengan bersiteguh pada alam. Pemikiran yang mendalam ketika
Ridwan lulus dari SMP inginya Simbok Darni masuk ke SMK, Ridwan untuk tetap
lanjut sekolah dan sekolah.
“Pokoknya
Wan, harus sekolah,sekolah.” Ucap Simbok Darni.
“Mau
masuk pakai uang dari mana Simbok? Untuk makan saja sulit, aku kan membantu
simbok saja ya. Agar Simbok tidak kesel.”
“Pasti ada rejeki,
kalau gak, Simbok akan berhutang ke bank titil, Akankah kau ingin hati Simbok
lebih kesel lagi kalau kau tidak
sekolah, mau seperti Simbok, tidak sekolah, tidak bisa baca dan tulis serta
dapat pekerjaan seperti ini.”
“Terserah Simbok saja
maunya gimana?”
Tiap
malam tiada hari tanpa belajar, setiap siang tiada hari tanpa belajar, setiap
sore tiada hari tanpa belajar. Keinginan Simbok yang ingin Ridwan sekolah lagi
agar bisa berpendidikan tinggi, sehingga mencari pekerjaan tidak sulit. Tidak
terlunta-lunta seperti Simboknya.
Mimpi
kedua Ridwan, yaitu lulus dari SMP sangatlah membebani pengorbanan Simbok.
Ridwan hanya bisa bermimpi, dalam mimpi penuh kepastian dan kenyataan. Rekaan
yang tidak berlawanan dengan kenyataan.
Dengan
segala niat dan usaha, Ridwan benar-benar ingin melihat Simbok bangga kepada
dirinya. Pengorbanan Simbok tidak akan Ridwan sia-siakan begitu saja. Melihat
Simbok yang sangat ambisius Ridwan untuk sekolah dan sekolah.
“Rejeki, mati, jodoh di
tangan Allah, apa salahnya kamu berusaha.”
“Benar Simbok, aku juga
ingin sekolah yang tinggi Simbok sampai kuliah.”
“Nah seperti itu,
semangat karena itu juga akan memacu Simbok dalam mencari uang.”
“Simbok tidak apa-apa
kan.”
“Tidak apa-apa, mungkin
kambuh penyakit TBC Simbok.”
“Tidak diobati Simbok?”
“Tidak usah, nanti
sembuh sendiri.”
Ridwan
tidak ingin melihat Simbok bekerja dalam keadaan sakit. Terpaksa Ridwan
mengambil alih pekerjaan Simbok. Dirinya tidak ingin penyakit Simbok lebih
parah lagi. Hanya demi Ridwan sekolah yang tinggi Simbok merelakan membanting
tulang hingga tak mengenal rasa sakit. Hanya berperan sebagai penjual loper
koran dan pengantar catering, dirinya
merasa malu terhadap teman-temannya. Keluhan seperti itu kadang Ridwan
lontarkan ke Simbok, namun Simbok hanya bilang kalau jangan malu bila melakukan
pekerjaan yang halal, toh tidak mencuri. Dirinya dinasehati Simbok dengan penuh
keiklhasan dalam mengabdikan dirinya pada Simbok. Malu tidak malu, ini adanya.
Sekilas selalu memakan sayur bambu yang membuat dirinya tidak pernah mempunyai
rasa malu lagi pada teman-temannya saat berjualan.
“Kemana bapak, mengapa tidak membantu kita?”
“Bapakmu kerja diperantauan.” Ucapan yang bohong dari
Simbok.
“Siapa namanya, kerja apa.”
“Kasdi, bapakmu kerja sebagai buruh di kelapa sawit di
Kalimantan.”
“Kapan pulang, Mbok.”
“Pulang tidak tahu pasti, sebab disana kerja kontrak mugkin
saat kan datang.”
Padahal di hati Simbok ingin
mengatakan kalau bapaknya meninggalkan Ridwan dan Simbok beberapa tahun silam.
Dengan pergi dengan wanita bekas PSK yang adiknya sendiri. Tika terperangkap
oleh pergaulan teman-temannya, karena adiknya tidak mau hidup yang
bersusah-susah dan ingin hidup enak, tapi diperoleh dengan cara yang tidak
baik. Dengan cara yang dilakukan Kasdi dengan berbagai cara agar Tika bisa
berhenti dari pekerjaan itu. Yang akhirnya di suruh kerja di kantornya sebagai
sekretaris. Alhasil, malahan Kasdi malah terpicut dengan adiknya dan akhirnya
Darni yang lagi mengandung Ridwan ditinggal begitu saja.
Waktu
diatur sedemikian rinci, mulai pukul 03:30 dirinya bersiap-siap menanakan nasi
untuk Simbok dan dirinya sendiri. Simbok yang masih tidur pulas sekali membuat
langkah kaki dan gerak-gerik sedikit terhambat, takut akan mengganggu tidur
Simbok. Seperti biasanya mulai pukul 05:00 setelah sholat subuh dirinya
bersiap-siap antri untuk mengambil koran dari pengepul. Keutungan yang didapat
tidak seberapa, hanya dari koran yang harganya Rp. 3.500,00 mengambil
keuntungan Rp. 500,00. Memang sedikit bagi Ridwan, namun pekerjaan yang sangat
mulia kata Simboknya.
Termanggu
dalam lamunan dan impian yang tertunda, pikiran Ridwan yang menunggu untuk
masuk sekolah lagi sudah dibuka untuk pendaftaran, sekolah yang baru buka 1
tahun sebagai sasaran utama bagi Ridwan.
“Melamun apa Wan.”
“Tidak ada Mbok, hanya
mikir sakitnya Simbok.”
“Simbok tahu apa yang
kau rasakan, dengar sudah dibuka pendaftaran untuk masuk sekolah. Tenang Simbok
sudah menyiapkan uang.”
“Uang dari mana
Simbok!”
“Tabungan dari hasil
kerja.”
“Tidak Simbok belikan
obat saja.”
“Penyakit Simbok sudah
Reda.”
Dirinya
diantar Simbok saat pendaftaran, do’a
penuh khidmad Simbok lakukan. Dua minggu
setelah pendaftaran akhirnya diumumkan siapa saja yang diterima. Dengan rasa
yang berderu-deru. Ridwan menuju sekolahan dan melihat dirinya ada di daftar,
dan pertanda bahwa dirinya masuk.
Mendengar
berita itu Simbok sangat senang membuat penuh harapan dan ambisi. Sementara
Simbok yang sudah lelah dalam mengelilingkan koran dan sedikit catering,
membuat langkah Ridwan mengambilkan segelas air, tanpa olahan dan asli dari
sumber sungai yang dibuat lubang. Penjualan catering kadang sepi, karena hanya
pada acara tertentu saja ramai akan
pesanan, itupun diambil dari bosnya dan mendapat upah yang sedikit.
Selama
menjalani sekolah, dirinya selain belajar juga membantu Simbok dalam berjualan
koran dan mengantarkan catering. Semenjak sekolah di SMK ia selalu semangat
membantu Simbok, setelah sekolah dan saat libur ia menemani Simboknya dalam
berjualan. Ridwan sangat merasakan betapa susahnya mencari uang untuk membeli
sesuap nasi. Dirinya mempunyai cita-cita setelah sekolah nanti ingin kuliah,
dan bisa kerja yang layak agar bisa membuat Simbok tidak bekerja lagi sebagai
loper koran dan pengantar catering. Cita-cita yang sangat berlawanan dengan
kenyataan saja.
Hari-hari,bulan-bulan
dan tahun-tahun ia telah lewati dengan Simbok. Bersusah payah Simbok mencari
untuk biaya menyekolahkan Ridwan, awal-awal memang bisa membayar dengan uang
simpanan, apalagi ia tidak pernah minta uang saku. Puasa senin kamis saja,
begitu kata Simboknya. Di sekolah hanya buku yang menemani lapar dan rasa haus
Ridwan saat hari-harinya. Tidak hanya puasa senin kamis namun juga puasa daud.
Karena setiap hari kadang puasa kadang tidak seperti apa yang disunahkan para
Nabi.
Di
sekolahnya Ridwan sering mrngikuti lomba mewakili sekolahan, sehingga dirinya
sering mendapat beasiswa. Waktu yang bersamaan sebelum waktu ujian akhir
nasional. Sekolah memberitahukan bahwa ada beasiswa untuk sekolah lagi, artinya
kesempatan untuk sekolah lagi bagi orang yang tidak mampu, namun berprestasi.
Kegembiraan Ridwan begitu memuncak setelah mendengar info tersebut. Dirinya pun
berantusias mengikuti beasiswa. Berbagai macam syarat-syarat ia kumpulkan.
Karena yang diambil dari kelas hanya 5 anak. Dirinya berharap kesempatan itu
bisa ia manfaatkan dengan baik. Simbok juga sangat senang mendengar kabar itu,
Simbok menilai usaha yang dilakukan tidak sia-sia.
“Semoga kamu bisa
kuliah Wan.”
“Amin... Simbok do’a
kan terus ya.”
“Ya Wan... Simbok
do’ain selalu, Simbok juga sholat malam terus kok.”
Keesokan
harinya, ada info dari sekolahan melunasi pembayaran bagi yang belum lunas. Di detik-detik
terahir mengakhiri sekolahnya ada satu permasalahan yang sangat ia sulit
lalui,dari mana ia memperoleh uang untuk melunasi semua tunggakan dalam waktu
dua minggu ini. Uang pembayaran tunggakan meliputi; uang gedung belum dibayar,
uang buku-buku, uang praktek, dan uang daftar ulang. Ridwan binggung akan info
seperti itu, sebab bagi yang belum melunasi tidak bisa ikut ujian nasional.
Dengan rasa takut dirinya bilang kepada Simbok kalau ada pembayaran terahir
lagi.
Simbok
binggung tidak karuan, uang simpanan sudah habis untuk makan tiap hari. Simbok
berupaya lebih giat dalam bekerja, namun hanya segitu uang hasil yang didapat
dari kerja. Padahal Ridwan juga membantu Simboknya berjualan koran dan
catering. Uang yang didapat hanya untuk makan saja. Ridwan putus asa. Sedangkan
Simbok beruhasa mencari jalan keluar. Terpaksa berhutang kepada bos koran dan
catering, akhirnya bisa. Uang yang di pinjam Simbok bisa melunasi tunggakan
pembayaran Ridwan. Namun Ridwan binggung asal muasal uang yang didapat Simbok.
Sebab dirinya bila bertanya selalu Simbok jawab, dari uang tabungan. Ia juga
berfikir, Simbok sudah tidak punya simpanan uang.
Kebohongan
Simbok selalu ditutupi dengan berbagai alasan. Simbok tidak mau Ridwan banyak
fikiran tentang uang yang didapat. Kalau tahu pasti akan menggangu belajar
Ridwan di detik-detik terakhir ujian akhir nasional.
Waktu
luang sambil menunggu pengumuman kelulusan dan info beasiswa yang sangat ia dinanti-nanti. Ridwan membantu
Simbok. Karena Simbok penyakitnya kambuh terpaksa diambil alih lagi pekerjaan
Simbok. Setiap harinya bekerja dan Simbok berdiam di rumah sambil istirahat.
Teman-teman Ridwan sangat akrab memanggil dengan loper koran dan pengantar catering.
Nyaman dengan pekerjaan itu. Setiap pagi ditemani dengan sepedah bututnya
mengantar kemana-mana.
***
Memang
tanpa diduga, kenyataan entah mimpi juga tertangkap di mata Ridwan. Dirinya
lulus dari mimpi ketiganya bisa lulus
dari SMK. Mimpi ke empatnya juga sekilas muncul begitu Ridwan mendapat info
bahwa dirinya keterima beasisiswa disebuah universitas negeri di Jember. Impian
yang sangat luar biasa terlintas dalam penak Ridwan. Sambil mengantarkan koran
dan catering berteriak kegirangan yang diumumkan kemana-mana dengan orang yang
ia sambangi.
“Aku keterima kuliah... Amin!!”
Simbok lebih senang lagi, Sampai
tetangga satu desa diberitahu kalau anaknya keterima kuliah. Sungguh tidak malu
dan tidak merasa kesakitan dengan sakit yang ia derita.
Mengawali semua itu Ridwan, sebelum
masuk kuliah, ia mengikuti PK2 (pengenalan kehidupan kampus). Simbok masih
membiayai lagi untuk uang saku berangkat ke Jember dengan meminjam kepada bos
koran dan catering. Padahal uang pinjaman yang dulu belum Simbok lunasi. Karena
senangnya Simbok mencari pekerjaan tambahan sebagai buruh cuci. Yang pindah
dari satu RT ke RT lain. Hanya untuk mengurangi beban hutang yang ia derita.
Semampu mungkin Simbok mendapat pekerjaan tambahan memang bisa sedikit melunasi
hutangnya.
Sementara Ridwan yang dalam
masa-masa PK2 menikmati segala kegiatan yang diadakan kampus. Tinggal di pondok
sebagai tempat tinggal yang ia manfaatkan, pilihan dengan alasan karena murah,
bisa mendapat ilmu dan barokah. Kegiatan yang berhari ia ikuti akhirnya selesai
juga. Tubuh yang sangat lelah dan letih ia gunakan untuk istirahat di pondok,
untuk menyongsong hari esok awal masuk perkuliahan dan awal masuk mahasiswa
baru.
Sebelum masuk awal perkuliahan ia
pulang menemui Simbok. Di rumah menyapa Simbok tak ada balasan. Simbok yang
berbaring di kamar selama 2 hari membuat Ridwan terpukul dan segera melarikan
Simboknya ke RS. Kendala karena tidak memiliki kendaraan ia terpaksa meminjam
milik tetangga. Tapi motor dipakai untuk kerja semua di hutan. Sehingga dirinya
binggung harus pinjam kemana lagi. Berkeliling se desa dengan rasa yang
mengebu-ebu ia akhirnya temuai pinjaman, yaitu pinjaman dari temannya waktu SMP
dulu.
Dengan secepatnya menuju rumah untuk
mengambil Simbok. Muka Simbok yang sangat pucat,lemas tanpa tenaga memegangi
perut Ridwan yang menuju RS. Di mana-mana RS tidak ada yang mau menerima mereka
berdua. Dan terakhir ia ada pandangan satu RS dr. Subandi. Saat menuju RS tidak disengaja dia menabrak seorang loper
koran, perempuan tua. Ridwan yang terpental jauh namun tidak apa-apa hanya
sebatas luka gores di tangan. Namun Simbok tidak sadar diri, Luka penuh darah
yang mengalir membuat cemas dan binggung Ridwan,apalagi yang ditabrak terpental
jauh yang langsung tidak sadarkan diri. para warga yang ada didekat tempat
kejadian langsung beramaian datang dan meminta Ridwan untuk bertanggung jawab.
Dibantu warga dibawalah Simbok dan
perempuan tua itu ke RS dengan mobil yang lewat di tempat kejadian. Sementara
Ridwan diamankan polisi, karena takut diamuk masa. Di kantor polisi Ridwan
ditanya dengan berbagai macam motif mengapa menabrak Perempuan tua itu.
“Karena
Saya tergesa-gesa membawa Simbok saya yang sakit Pak!”
“Apakah
betul saudara saat lampu merah menerobos”
“Ya
Pak, sebab Simbok saya sudah kritis dan harus cepat dibawa ke RS, namun
kemana-mana RS tidak ada yang mau menerima kita, nyawalah Pak.”
“Tapi
saudara tetap salah, melanggar tata tertib lalulintas.”
Motor yang tidak dilengkapi dengan
surat-surat bahkan SIM yang juga tidak punya, membuat dirinya binggung. Belum
melihat Simbok di RS, belum korban yang ditabrak, belum mengurusi motor
pinjaman yang ditahan polisi. Dengan mendapat pengawalan dari polisi dirinya
melihat kondisi Simbok, dan korban yang ditabrak.
***
Dilihatnya korban dan Simbok saling
bercakap dengan begitu akrab. Membuat, setelah lama tidak paham akan percakapan
mereka, Ridwan mencoba mendekat dan bertanya kepada Simbok, ternyata perempuan
tua itu adalah teman Simbok Rusmi yang selama bertahun-tahun selalu bersama
dalam menjual koran, sangat kenal betul kepribadian Rusmi. Anggapan bahwa ini
adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak disengaja. Rusmi juga sering
membantu Simbok saat korannya tidak habis, dibantu menjualnya. Rusmi sangat
baik dan ringan tangan.
Melihat diapitnya Ridwan oleh tubuh
besar dan berbadan kekar yaitu polisi, membuat Simbok takut. Ketakutan itu
dibendung oleh Rusmi. Saat meminta dengan jalan damai untuk menyelesaikan
masalah ini. Namun polisi tetap akan membawa kasus ini ke kantor polisi. Sebab
Ridwan sudah melanggar tata tertib lalu lintas. Ridwan memang mengaku salah.
Simbok menangisi Ridwan saat dibawa kekantor polisi. Ridwan yang masih
konsentrasi dalam menyelesaikan masalahnya di kantor polisi, sangat bimbang
juga akan biaya yang harus ditanggung nantinya. Uang tidak punya. Tidak ada
yang bisa membantu Ridwan. Hanya Simbok yang ia punya. Tetangga-tetangga juga
berkehidupan sama, tidak mungkin minta bantuan kepada mereka.
Dua hari lagi perkuliahan sudah
memulai awal pelajaran baru, pikiran yang terus resah dan hati yang sangat
sedih mendalam. Beban begitu berat baginya yang dihadapi sekarang, tidak
mungkin Ridwan meninggalkan Simbok dalam keadaan berbaring di RS, dan tidak
mungkin urusan dengan pihak polisi ia tinggalkan. Musnah sudah impian ke empat
yang selama ini dieluh-eluhkan oleh Ridwan, bahkan Simbok yang lebih mendukung
semua itu untuk Ridwan selalu maju kini berahir sia-sia. Impian Simbok untuk
menjadi anaknya orang sukses dan bisa dapat pekerjaan tetap, kini hanya impian
semata saja.
Impian yang kini pupus dalam
perjalanan yang sangat berat. Kini Ridwan di kantor polisi, Simbok di RS.
Seseorang yang mendengar berita itu kini mencoba menebus Ridwan dan membiayai
semua biaya RS Simbok. Ridwan tidak tahu siapa orang yang menolongnya, tapi
dalam impian ke empat dirinya pernah bertemu dan digendong di sayang-sayang dan
menolongnya saat terjatuh. Hanya Simbok yang tahu siapa dia. Orang yang sangat
Simbok dambakan selama bertahun-tahun dan sangat Simbok cintai selama ini.
Ridwan bebas dan menjenguk Simbok meminta restu. Karena Simbok telah dijaga
oleh bapaknya Ridwan. Yang telah menyelesaikan semua masalah yang ada.
Berpamitan juga dengan bapaknya untuk meraih mimpi keempat.
Komentar
Posting Komentar