Tenda Abal-abal

Oleh : Edy Saputro Cahyo

Tohoh  : Amzi, Edi, Hudi, Yahya, Anwar dan Bapak.
Lokasi : Sekret, Tempat parkir, dan hutan pinus
Lima orang memberanikan diri untuk jalan-jalan sekaligus mencari informasi tentang tempat diklat. Kesepakatan camping dijadikan acuan untuk memahami keadaan malam di hutan.

Panggung dibagi menjadi 3 bagian. Panggung 1 menunjukkan suasana awal pemberangkatan ke Pekerbunan Biskit. Di panggung letkanya di sekret, ini berisikan kekesalan dari Edi, dan keluhan dari Hudi.
Edi      : Yahya, jangan main laptop terus. Ayo siapkan barang-barang yang akan dibawa ke Biskit. (Sambil bercanda, sebenarnya Edi sedikit sungkan bicara sama ketua umum dan menyuruh-nyuruh)
Yahya  : Sebentar Mas Edi, Ini masih nanggung lihat film India. Habis ini ya Mas!
Edi      : Ya sudah, Saya sendiri saja yang mempersiapkan barang-barangnya. (Sambil Ambil kursi dan naik mengambil perlengkan di rak)
Yahyapun tidak tergugah hatinya untuk membantu Edi yang denga susah payahnya mengambil barang-barang dari rak.
Edi      : Ap saja yang kira-kira nanti dibutuhkan di sana Ya. (Sambil menurunkan dengan melemparkan kardus-kardus yang berisikan perlengkapan, emosi naik)
Yahya  : Ya apa saja sudah Mas. Aku juga tidak tahu. (Masih dengan asyiknya melihat film India)
Edi      : Ya saya Turunkan semua kardus-kardus ini, biar dipilih perlengkapan apa saja yang akan dibawa ke Biskit. (Suara lirih penuh sindiran)
Edi dengan kesalnya memilih dan memilah berbagai perlengkapan yang akan di bawa yaitu banner, garam, tali raffia, tampar, lilin, dan kertas minyak. Dikerjakan sendiri tanpa dibantu Yahya. Sampai semua selesai di packing. Tiba-tiba datang suara motor yang knalpotnya sedikit meledak keras, Yaitu Hudi yang membonceng Amzi dan berjalan menuju sekret.
Edi      :  Amzi semua perlengkapan sudah saya siapkan tinggal berangkat dan menunggu Anwar. (istirahat dekat pintu sambil merokok)
Amzi   : Sip dah! Barang apa saja yang sudah kamu siapkan?. ( Sambil menurunkan tas besar)
Edi      : Banner, Lilin, kertas minyak, tali rapiah, tampar, dan garam.
Amzi   : Ya cukup sudah.
Hudi    : Edi, Anwar jadi ikut gak. (Sambil melihat fil india yang dilihat Yahya)
Edi      : ya ini sudah sms saya, Tapi gak tahu sudah sampai mana.
Hudi    : Wah jangan-jangan masih dari Jelbuk sana, berarti lama menunggu Anwar. Baguslah.
Pukul 4 sore cuaca di luar mendung, dan lampu dinyalakan Edi. Amzi yang juga memasukkan barang-barang k etas besar juga tidak dibantu oleh Yahya, Edi, dan Hudi. Mereka semua di sekret menunggu kedatangan Anwar.
Yahya  : Itu Anwar sudah datang. (Menunuk dan sudah mengakhiri film indinya)
Hudi    : oooo Ya!. Ayo  siap-siap. (mematikan laptopnya yang di pinjam Yahya)
Amzi   : Ya!. Ini sudah siap semua dan siap berangkat.
Edi      : Ada yang tahu jalannya tidak. Soalnya saya sendiri juga tidak tahu. Coba kamu tanyakan ke anak-anak IKIP Hudi. Takutnya nanti ada perijinan. Soalnya kita kan nginep.
Hudi    : Ya.. bentar!. (Mengambil hp yag ada di tas dan mengirim pesan singkat)
Amzi   : Semua perlengkapan sudah siap semua.
Anwar : memangnya bawa apa saja Mas. Aku tidak bawa apa-apa.
Amzi   : Loh tidak di sms sama Yahya.
Anwar : Tidak, smsnya hanya diajak survey ke Biskit saja. Tak kira hanya survey dan langsung pulang. Tahu gini saya bawa  perlengkapan tadi Mas.
Amzi   : Yasudah gak apa-apa.
Dering hp berbunyi dua kali, hp Hudi. Hudi membuka pesan sms.
Hudi    : Katanya anak IKIP. Harus ijin ke perhutani terlebih dahulu. Ijin pak tidak Pak ketum.
Yahya  : Ya gimana. Kalau aku terserah sudah.
Edi      : ya sebaiknya ijin kan nginep. Apa saya buat surat sekarang.
Hudi    : sudah tidak usah. Weslah nekat mangkat Cuma nginep satu hari saja.
Panggung bergerak menuju Parkiran yaitu panggung ke 2. Suasana qiro magrib. Suasana sepi, jangkrik-jangkrik sudah berkumandang.
Hudi    : Apakah sini benar Perkebunan Biskit Pak.
Bapak  : ya benar, sini sering buat anak-anak diklat dari Universitas jember, IKIP PGRI, dan UNMUH.
Hudi    : Jalan menuju ke tempat lewat mana pak ya. (Melepas helm yang diikuti Amzi, Edi, Yahya, dan Anwar)
Bapak  : Ad du rute, lewat jalan pintas yaitu sungai sebelah kiri rumah ini dan Kedu lewat jalur sebeah gubuk yang ada di depan sana, tetapi masih muter.
Hudi    : Bagaimana teman-teman, motore taruh sini apa di bawa kesana.
Yahya  : terserah sudah.
Bapak  : Alngkah baiknya kalau hanya survey taruh sini saja tidak apa-apa.
Semua berjalan menuju Perkebunan Biskit. Cuaca gelap telah menyelimuti tempat tersebut. Tempat yang juga angker ini akan lebih memberikan dampak menyeramkan bagi mereka. Perjalan berhenti berkali-kali, namun belum ada tempat yang sekiranya tepat untuk didirikan tenda.
Hudi    : mau mendirikan tenda dimana, Zi. Kan kau anak gunung. Pasti kau tahu tempat mana yang cocok untuk didirikan tenda. (berjalan dan sesekali berhenti menarik nafas)
Amzi   : Kita cari tempat yang rata, dan tidak ada tanaman penduduk. Coba kita agak ke sana.
Hudi    : Okelah, ayo. Menurutmu gimana Ed.
Edi      : Ya agak menengah coba, cari yang ada pohon-pohonnya, supaya mudah kita mendirikan tenda.
Panggung bergerak menuju panggung 3 yaitu tempat perkemahan atau camping. Tepat di rerimbunan pohon-pohon pinus. Malam telah menyerang, keadaan merangkai tenda sedikit terganggu. Di panggung ini bermunculan berbagai keluhan.
Edi      : sebelah sana saja, itu ada lahan kosong dan sedikit rata. (menunjukkan arah tangan ke lokasi)
Yahya  : iya mas di sana saja. Ayo sudah, sudah mala mini.
Edi      : ya ayo kita lihat.
Semua berjalan kea rah lokasi yang ditunjukkan Edi. Semua bergegas menuju tempat tersebut. Adzan magrib sudah berkumandang. Suara-suara hewan liar sudah menunjukkan tandanya.
Hudi    : sudah di sini saja, sepertinya cocok.
Edi      : ya mari kita segera dirikan tendanya. (Menurunkan tas dan perlengkapan yang di bawa)
Anwar : Mas gimana masang tendanya? (Memasang wajah binggung)
Edi      : pokoknya di pasang dulu sudah. Kamu harus belajar.
Anwar : Tapi saya tidak bisa Mas.!
Edi      : Ayo saya ajari memasang. Mana perlengkapan tampar dan bannernya. Segera pasang talinya di pohon. Saya akan membersihkan rumput-rumput ini.
Yahya  : Bagimana ini Mas. (membantu Anwar memengang tampar)
Hudi    : Pasang sudah, (Sambil makan mie )
Amzi   : Mau dibuat apa dahulu, dibuat seperti ini lo!. (Seperti sudah ahli dalam pemasangan tenda dari banner)
Edi      : Benar saja tidak tepat, wong bannernya kecil. Huh, salah konsep.
Amzi   : Pasang sebisanya sudah.
Anwar : Aku binggung Mas Amzi.
Edi      : ya sudah apa kata Amzi saja sudah, konsepe gak ngerti aku. Biar aku cari pasak, dan Anwar dan Yahya cari kayu bakar, biar Hudi makan atau bantu Amzi. (Rasa kesal dan sedikit emosi)
Setelah ketiga orang mencari kayu, Amzi dan Hudi memasang tenda. Tetapi juga tidak jadi-jadi. Sebab banner terlalu kecil. Padahal hujan sudah mulai datang.
Yahya  : belum jadi juga tendanya?. Ini kayu dan pasaknya sudah selesai.
Hudi    : Begini-begini sudah, dibuat pasang miring saja.
Amzi   : ya sudah terserah.
Hudi    : Pasang tali tamparnya agak ke bawah Anwar.
Anwar             : Ya Mas hudi, ini sudah. . gimana?.
Hudi    : ya cukup. Mari kita letakkan bannernya.
Akhirnya tenda apa adanya jadi, dengan rasa kelelahan dan jengkel masing-masing individu dengan persipan yang tidak baik.
Edi      : Itu Pak Ketum, dicatat kekurangannya apa. Beginilah kalau tidak ada persipan dan pembagian tugas yang jelas. Semuanya berjalan ngawur dan tidak terarah. Ada yang makan mie saat teman mendirikan tenda, ada yang gak tahu caranya, ada yang hanya ingin mendirikan tendanya pribadi. (Ngoceh sendiri dengan meminta mie kepad Hudi)
Hudi    : Sudah barang-barang ayo dimasukkan ke dalam tenda.
(semua bergegas memasukkan tas-tas dan barang-barang yang dibawa)
Malam lebih menakutkan masih di panggung ketiga, semua manusia ditakuti oleh suara-suara malam yang menakutkan.
Hudi    : saya akan buat perapian,
Edi      : Saya akan masak sudah.
Amzi   : Saya akan mendirikan tenda milik saya, Anwar dan Yahya ayo dibantu.
Setelah semuanya berkeja, semua berjalan lancar. Perapian menyala, masakan sudah jadi. Tenda milik Amzi sudah berdiri. Mereka semua makan bersama.
Edi      : Ayo siapkan kertas minyak dan mie sudah matang, ayo kita makan. (sambil menaruh mie dan bumbu dibantu Anwar dan yahya)
Hudi    : makan-makan.
Malam mulai larut dan menenggelamkan kesepian suara-suara malam. Setelah mereka makan, aroma minum kopi menemani obrolan mereka. Pada obrolan malam, Anwar, Edi, dan Yahya tertidur. Hudi dan Amzi berjaga malam.
Hudi    : yahya, Ayo bergantian piket jaga malam. Aku dan Amzi mau tidur.
Yahya  : Sama siap Mas,
Hudi    : Sama Anwar,
Amzi   : Sama saya sudah Yahya, biar Hudi tidur duluan.
Pada malam, dan mereka lupa waktu. Hujan tiba-tiba menyugur ketengan hutan. Akhirnya semua bergegas masuk ke tenda Amzi dan tenda buatan yang kacau balau. Amzi, Edi dan yahya berada di tenda itu, sedangkan Hudi dan Anwar berada di tenda milik Amzi. Karena hujan terlalu deras, membuat bocor tenda Amzi. Akhirnya semua pindah ke tenda ala kadanya.
Edi      : yahya mana tali rapiah, ayo kita naikan alas ini biar hujan tidak masuk.
Yahya  : Sebentar Mas, saya cari dulu.
Edi      : Amzi mana pisau kecilmu, buat ngelubangi alas ini.
Edi dan yahya            sibuk dengan memasang tali rapiah dari ujung dan tepi alas dari banner. Tenda ala kadarnya ini melindungi mereka berlima dari hujan derasa tengah malam. Padahal dari membuat saja penuh dengan emosi dan tidak tahu konsep. Tetapi, ada bergunanya saat-saat seperti ini. kebersamaan dilakukan dengan tidur berdempetan satu tenda ala kadarnya.
Edi      : Wah, tenda seperti ini jauh lebih aman. Padahal tadi buatnya gak karu-karuan. Anwar ayo kita gentian berjaga malam.
Anwar : ya mas, (sesekali mengucapkan nada dengan ngantuk)
Kedua orang yang berjaga mengikuti jejak Amzi, Hudi, dan Yahya yang sudah tidur berdekatan. Edipun masih berjaga. Anwar juga sudah tertidur. Akhirnya Edi juga tidur pula. Di tengah hujan yang deras mereka tertidur bersama hingga pagi. Tanpa ada yang berjaga malam. Hujan membuat mereka bersama merasakan kehangatan dan kebersamaan.
Lampu malam mati dan muncul sinar matahari yang terang.
Hudi    : Ayo bangun-bangun.
Amzi   : ya, ini mau bangun. (diikuti yahya, Anwar dan Edi)
Lalu mereka berbagi tugas, Hudi membuat api unggun pagi. Edi dan Amzi mencari singkong. Yahya dan Anwar mengisi wada air di sumber air.
Amzi   : Ini singkong yang kami dapat.
Hudi    : Wah besar-besar sekali, dari mana ini dapat?.
Amzi   : Dari bawah sana, Edi yang ngali.
(Tiba-tiba Anwar dan Yahya juga datang dengan membawa air)
Yahya  : Ini kami dapat air banyak. Memang kami pencari air dan kayu.
Anwar : hah, Mas yahya in. (sambil tertawa)
Edi      : Ayo ini segera dikupas singkongnya. Dan siapkan air. (memotong-motong singkong )
Anwar : ya Mas Edi, Mana saya bantu.
Yahya  : Mana-mana aku juga akan bantu
(Amzi memengang kamera dan memfoto-foto kegiatan mereka berempat)
Hudi    : Apa ini tidak dipotong telalu kecil saja biar cepat matang.
Edi      : ya juga sih,
Semua sudah selesai dan singkong juga sudah dimasak, mereka diam dan memaikan api unggun. Akhirnya singgkong masak. Mereka makan bersama, dan terus siap-siap melanjutkan pulang sekaligus mencari jalan baru.
Amzi   : mari kita bersih dan terus siap-siap pulang.
Edi      : Oke Zi.
Hudi    : Oke sayang.
Amzi   : Sudah semua tidak ada yang tertinggal, mari kita pulang.
Berjalan menuju jalan baru yang dibuat oleh Hudi sebagai komandan jalan. Akhirnya jalan ditemukan dan mereka semua pulang.

Lampu mati dan diikuti  oleh suara gemercik air yang jernih.

Komentar